Selasa, 12 April 2011

Terapi Bio Resonansi


Terapi Bioresonansi Mengobati Alergi Tanpa Obat dan Suntikan
    
Alergi ternyata bisa muncul dalam bentuk gangguan penyakit, tak sekedar gatal-gatal dan bengkak. Jadi mengobati alergi tak hanya membebaskan penderitaa dari berbagai pantangan, tapi tak jarang juga menyembuhkan penyakit.
SEORANG gadis kecil berusia 9 tahun, suatu saat mengalami nyeri lutut yang akut, sehingga tidak lagi bisa berjalan dan harus menggunakan kursi roda. Dokter anak dan ahli bedah tulang yang memeriksanya menyatakan bahwa ia menderita rheumatoid arthritis. Namun hasil tes laboratoriumnya menunjukkan naiknya kadar sedimentasi darah dan leukosit, sementara faktor rematiknya negatif. Dokter telah meresepkan obat rematik Ibuprofen, tapi anak itu tetap tidak sembuh.
Namun ketika dilakukan pemeriksaan menggunakan terapi bioresonansi, hasilnya ternyata alergi susu sapi. Setelah selama 4 minggu berpantang mengkonsumsi susu sapi dan menjalani terapi bioresonansi selama dua kali seminggu, gadis kecil itu tidak lagi membutuhkan kursi roda. Hanya dalam waktu 3 minggu gadis itu sudah bebas sepenuhnya dari penyakit. Gadis cilik itu masih boleh minum susu sapi meski dibatasi.
Alergi selama ini selalu kita anggap sebagai gangguan biasa, lama sekali bukan penyakit, apalagi penyakit serius. Kenyataannya tidak demikian. Reaksi alergi sama sekali tidak bisa kita anggap remeh. Hal itu dijelaskan oleh Jean Carper - seorang wartawan yang juga penulis buku kesehatan dan nutrisi yang dihormati oleh para ahli karena akurasinya dan ketajaman penanya - dalam bukunya Food Your Miracle Medicine. Menurut Jean Carper, ada banyak gejala penyakit yang pemicunya adalah penolakan tubuh pada makanan tertentu beberapa diantaranya adalah sakit kepala, gatal dengan bintik- bintik merah dan bengkak, suasana hati yang tidak nyaman, asma, eksem, irritable bowel syndrome (sindrom gangguan usus besar), ulcerative colitus (luka pada dinding usus besar), chronic fatique syndrome (rasa lelah terus menerus), depresi, hingga rhematoid arthritis.
Memang setiap benda yang masuk ke dalam tubuh akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh, baik itu berupa makanan, minuman, debu, obat, hingga bahan kimia. Sistem kekebalan tubuhlah yang setiap saat bertugas menghadapi dan mengidentifikasi setiap benda asing yang masuk. Jika yang masuk adalah benda yang dianggap aman, maka tidak akan terjadi sesuatu. Tapi jika benda yang masuk adalah yang dianggap berbahaya bagi tubuh, maka akan bereaksi dengan menolaknya.
Sayangnya, sistem kekebalan tubuh sering bereaksi berlebihan dalam upaya mengeluarkan benda asing yang masuk tersebut. Reaksi alergi yang dimunculkan bisa saja berupa keluarnya lendir, gatal-gatal, atau batuk. Terkadang reaksinya bisa begitu parah sehingga mampu menghentikan detak jantung, begitu menurut Jean Carper.
Alergi Bisa Dihilangkan
Sebenarnya, jenis-jenis terapi yang bisa menyembuhkan alergi seperti halnya terapi bioresonansi ini sudah lama ada. Namun di Indonesia, hal itu belum dikenal secara luas. Umumnya jika kita pergi berobat ke dokter karena gatal-gatal atau bengkak akibat alergi, biasanya dokter akan memberikan obat anti-histamin untuk meredakan gejala alergi tersebut. Lalu selanjutnya akan dianjurkan menghindari hal-hal yang mungkin menjadi pemicu terjadinya reaksi alergi itu, seperti makanan, tanaman, atau hewan tertentu.
Keharusan berpantang itulah yang umumnya dirasakan berat oleh penderita, terutama pantang makanan. Apalagi jika kebetulan pemicu alergi itu justru makanan yang sangat disukai, atau bumbu, seperti terasi, kecap, MSG, yang umum digunakan dalam berbagai masakan sehingga sulit untuk dihindari. Terlalu lama berpantang berbagai bahan pangan yang penting bagi tubuh juga bisa menyebabkan kekurangan gizi. Karena itu, meskipun tidak pernah dianggap sebagai penyakit kronis yang berbahaya, alergi tetap merupakan suatu penderitaan bagi mereka yang mengalaminya.
Terapi bioresonansi ini ternyata juga bisa berfungsi mengatasi alergi tanpa menggunakan obat atau suntikan, tapi dengan menggunakan mesin. Bagaimana cara kerjanya?


BICOM, menyembuhkan alergi dengan teknologi
Alat yang digunakan dalam terapi bioresonansi disebut BICOM (Bio Communication). Alat ini ditemukan oleh Hans Brugemann dari Jerman sekitar tahun 1976, dan dipopulerkan oleh Dr Peter Schumacher sebagai teknik yang ampuh untuk menyembuhkan alergi, pada tahun 1991.
Cara menggunakannya cukup sederhana. Pada proses deteksi dan penyembuhan alergi, pasien duduk di kursi atau berbaring di dekat BICOM. Dari alat tersebut menjulur kabel yang dihubungkan ke elektroda berupa bola yang dipegang pasien. Dan di bantalan tempat duduk atau pembaringan pasien, terdapat kabel lain yang terhubung ke mesin tersebut.
BICOM bekerja dengan menangkap gelombang energi tubuh, menghasilkan pola gelombang energi yang menyembuhkan. Setelah terapis memasukkan program penyembuhan yang akan dilakukan dan menekan tombol start, maka proses penyembuhan pun berjalan. Setelah selesai, mesin akan mati dengan sendirinya.
BICOM juga bisa digunakan untuk melakukan diagnosa. Ada sesi tes elektroakupunktur untuk mengukur secara fisik kondisi energi pada pusat energi (meridian) dan ditampilkan gambarnya. Dengan begitu, kesimpulan dapat diambil berdasarkan fungsi organ yang terganggu. Dari situ, terapis dengan cepat dapat menemukan pemicu alergi pasien.

Menggunakan dasar teori fisika kuantum
"Umumnya pengobatan medis menggunakan pendekatan ilmu biologi. Sedangkan terapi bioresonansi adalah pengobatan yang menggunakan pendekatan ilmu fisika gelombang/kuantum, yaitu ilmu fisika yang berdasarkan pada teori Einstein," demikian menurut Dr Setiyawan Jasadireja, seorang dokter yang mempraktikkan terapi ini di kliniknya di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Resonansi (getaran) adalah satu fenomena dalam fisika. Nah, resonansi inilah yang dipakai untuk mendeteksi dan mengobati alergi.
Secara singkat, teori dalam fisika kuantum yang mendasari terapi ini adalah bahwa sebenarnya setiap sel dalam tubuh kita selalu berkomunikasi satu sama lain pada frekuensi tertentu. Jika komunikasi tersebut berjalan harmonis, berarti orang itu berada dalam kondisi sehat. Tapi jika masuk toksin atau benda tertentu yang bisa menyebabkan alergi, maka pola frekuensinya akan terganggu dan menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh.
Dengan menggunakan BICOM, pola frekuensi yang menyebabkan penyakit tersebut dapat diubah menjadi pola frekuensi yang efektif dalam penyembuhan penyakit. Dengan demikian, yang terjadi adalah mengaktifkan dan memperkuat mekanisme penyembuhan diri sendiri dalam tubuh sehingga terjadi penyembuhan.

Terapi Alergi tidak sajaada di jakarta
Kami Lembaga Cakra Husada   telah bekerja sama dengan Bio Medika (dr. Luciana Anggraeni)